Langsung ke konten utama

Menyibak Halimun Puncak Bromo

Setelah tidur 2 jam, tepat tengah malam kami berpamitan untuk meneruskan perjalanan kami ke Bromo. Gelapnya malam tidak terasa karena malam itu kebetulan malam bulan purnama. Keindahan bulan purnama yang bersinar diantara pegunungan membuatku ingin mengabadikannya. Begitu keluar dari mobil, Brrrrrr..... hawa dingin langsung menyergap, membuat tubuh ini gemetaran. Walhasil, foto bulannya malah jadi begini.

( hehehe... yg motret kayaknya lagi punya masalah sama hati nih... )

Jam 04.00 kami tiba di pos terakhir. Sebenarnya kami ingin ke Penanjakan untuk melihat sunrise dengan mobil pribadi tetapi ternyata hal itu tidak diperbolehkan. Kami diharuskan menyewa mobil dari penduduk setempat. Begitu mendengar tarifnya, kami langsung terhenyak lemas. Bayangkan 600 ribu harus kami keluarkan untuk menyewa pulang-pergi mobil jenis Toyota Hartop. Tawar-menawarpun terjadi dengan seru. Disepakati tarifnya 150rb tetapi hanya sampai di kaki Gunung Bromo sebab katanya dari situ juga bisa melihat sunrise.

Kamipun berganti kendaraan. Ehh... sebelum masuk ke lautan pasir yang masih berselimut kabut, kami kembali dipungut retribusi 20rb. Setelah beberapa lama berjalan dalam kabut, tiba-tiba mobil berhenti. Wah... ada apa lagi ini ?? Sebelum kami sempat bertanya sopir langsung menjelaskan kalau dengan 150rb dia hanya bisa mengantar di sini saja. Tentu saja kami protes keras !! Lha mosok mo diturunkan di tengah-tengah lautan pasir berselimut kabut. Jangankan melihat sunrise, melihat jalan saja kami nggak bisa !! Bargainingpun terjadi lagi di dalam Hartop keluaran tahun 80-an itu. Deal terjadi dengan menambah 150rb lagi untuk sampai ke Penanjakan dan kawah Bromo. Mobil pun kembali berjalan. Begitu sampai di Penanjakan, ternyata sudah banyak orang yang berkumpul. Bagi yang kedinginan tersedia penyewaan jaket dengan harga 5rb. Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu pun tiba, inilah foto-foto sunrise dan panorama di puncak Bromo yang sempat diabadikan :

Setelah puas, kami kembali ke Hartop sewaan untuk menuju ke kawah Gunung Bromo. Karena matahari sudah mulai meninggi, halimun yang ada di lautan pasir perlahan-lahan mulai tersingkap. Kami pun dapat melihat lautan pasir yang terbentang luas mengelilingi Gunung Bromo. Sesampainya di kaki gunung, mobil berhenti. Perjalanan harus dilanjutkan dengan jalan kaki. Bagi yang capek, bisa naik kuda dengan ongkos 20rb PP. Tapi meskipun naik kuda, untuk sampai ke kawah tetap harus jalan kaki karena kita akan menaiki tangga. Jumlahnya sih nggak banyak... hanya 255 anak tangga !! ( Hitung sendiri dech kalo nggak percaya.... ) Berikut adalah foto-foto mulai dari pelataran parkir Hartop - pangkalan kuda - anak tangga - kawah Bromo.

Setelah berhasil menaklukkan puncak Bromo, apakah kami langsung pulang ke Semarang?? Tidak.... masih ada satu obyek wisata lagi yang akan dikunjungi.


Belum TAMAT...... Baca Pantai Pasir Putih Situbondo


Komentar

Anonim mengatakan…
wuaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa, kapan ada lagi mas, aku tak melu tenan wes...., lha kemarin bentrok (bingung milih) sama acara keraton je :)
Anonim mengatakan…
kaaaaaang, poto yg ada dirimu pas sedakep itu ndak asli ato hasil cropping? *hueheheuheu...kabooor
Anonim mengatakan…
anjriiittt!!!

KEREN!!!!

PENGEN!!!!!
Anonim mengatakan…
kuheren buahanggeetttttt
Nunung mengatakan…
bulan purnamanya bagus banget yak kang Andhi....wadalah bisa photonya berbentuk kayak gitu...., photo lainnya juga bagus
Kang Andhi mengatakan…
@bolpen
nanti dibahas yaa..

@jiban
kuwi asli yooo....

@zam & dendi
mo kesana juga ??

@nunung
hehehe... itu akibat gemeteren.
kalo disuruh ngulang ora iso. :)
Anonim mengatakan…
wah keren bget...
jadi pengen naik gunung lagi.. ;))

**gunung di jawa timur belum tersentuh sama diriku...
Anonim mengatakan…
keren oe... jadi kepengen ke Bromo nih
Anonim mengatakan…
wuihh keren ik :d, kapan2 mrono ahh :D
Kian mengatakan…
kerennnnnnnnnn....
deuuuhh yg lagi poling in lop...

ciee....
pengen ikuttttttttttt...

Postingan populer dari blog ini

Saatku Melewati Lembah Kekelaman

Saatku melewati lembah kekelaman Badai hidup menerpaku Mataku memandangMu yang jaga jiwaku Kudapatkan pengharapan Ketika bebanku berat Dalam jalan hidupku Awan kelam menutupi Ku datang padaMu Tuhan yang pimpin langkahku Kudapatkan pengharapan PadaMu Yesusku, kusujud dan berseru Mengangkat tangan berserah padaMu Nyatakan kehendakMu bukanlah kehendakku Kutahu Kau s'lalu sertaku tak pernah tinggalkanku

Selamat Jalan, Pak Sebadja………

Sehabis mengisi pelatihan internet , sesampainya di rumah ponselku tiba-tiba berbunyi tanda ada SMS masuk. Isinya : Info Sekretariat : Bp. Pdt. Lukas Sebadja meninggal pk. 15.00 WIB di RS Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang Beliau adalah gembala sidang GBI Gajah Mada Semarang, gereja tempat aku beribadah selama ini. Sungguh aku merasa kehilangan sosok gembala tangguh yang low profile dan sederhana ini. Yang dapat kukenang dari beliau ini adalah dalam setiap khotbahnya, beliau selalu menekankan bahwa hidup ini serius. Mengapa? Karena kekekalan yang akan kita terima ditentukan oleh bagaimana kita menjalani hidup yang singkat di dunia ini. Selamat Jalan, Pak Sebadja……… To everything there is a season and a time to every purpose under the heaven. He hath made everything beatiful in his time. (Ecclesiates 3: 1, 11)

RELINQUENDA

Ada seorang pengusaha kaya yang mendirikan sebuah pabrik yang besar. Ketika segala sesuatu telah siap untuk beroperasi sesuai dengan rencana, pengusaha itu lantas memerintahkan kepada orang kepercayaannya untuk menuliskan di gerbang pabrik itu sebuah kata, yaitu : “Relinquenda” yang artinya “Aku akan meninggalkannya!!” Pengusaha itu telah susah payah bertahun-tahun mengumpulkan modal untuk membangunnya dan dengan keberhasilannya membangun pabrik itu, ia dikagumi oleh kolega-koleganya dan dipuja masyarakat. Pengusaha itu amat yakin bahwa ia akan memperoleh keuntungan yang besar, tetapi mengapa ia harus menuliskan kata “Relinquenda” di gerbang pabriknya yang besar dan megah itu? Ternyata ia sadar bahwa pada suatu ketika ia akan pergi menghadap Tuhan dan segala sesuatu yang dimilikinya akan ditinggalkannya. Di dalam keberhasilan hidup kadang kita lupa diri dan selalu menyombongkan keberhasilan yang telah kita raih. Kita lupa bahwa apa yang kita capai hanyalah kepercayaan yang sifatnya se