Langsung ke konten utama

DEATH ZONE

Gara-gara nggak bisa tidur, tadi malam saya nonton film serial ( atau film lepas?? ) di Indosiar berjudul Death Zone. Film ini mengisahkan seorang paranormal bernama John Smith (nama yang pasaran banget di Amrik) yang jika bersentuhan atau memegang seseorang, dia bisa mengetahui masa lalu atau masa depan orang tersebut.

Filmnya terbagi atas 2 episode. Episode pertama berjudul “Unreasonable Doubt”. Di episode ini John Smith terpilih untuk menjadi juri dalam persidangan. Tugas para juri yang berjumlah 12 orang ini adalah menentukan terdakwa bersalah atau tidak. Nah, yang seru saat John Smith menentukan terdakwa tidak bersalah, tetapi berdasarkan bukti yang ada saat itu, 11 juri lainnya menentukan terdakwa bersalah. Karena suara juri harus bulat, tidak berdasarkan mayoritas, maka mereka pun berembug lagi. Saat itulah John Smith memegang tubuh beberapa orang juri dan dalam vision yang ia lihat, ternyata mereka mengambil keputusan tidak secara obyektif tetapi karena subyektifitas dan masa lalu mereka masing-masing. Baru setelah ke dua hal ini ditinggalkan, para juri dapat melihat secara obyektif sehingga menemukan bukti baru yang membuat mereka sepakat memutuskan bahwa terdakwa tidak bersalah. Yang menggelitik saya adalah komentar John Smith saat melihat lukisan Lady Justice (Dewi Keadilan) : “Koq gambar timbangannya berat sebelah ya??”. Mungkinkah bila ia melihat Dewi Keadilan di Indonesia, ia akan melihat vision yang sama…..??

Di episode ke dua yang berjudul “Siege” John Smith terlibat dalam penyanderaan di sebuah bank. Seorang tukang listrik nekad merampok bank tempat ia bekerja dan menyandera 7 orang, gara-gara pinjamannya tidak disetujui dan karena kalut ditinggal istrinya. Saat John Smith memegang seorang sandera, ia melihat sandera tersebut akan mati. Ia pun berusaha menyelamatkan sandera tersebut. Namun ketika ia berhasil menyelamatkannya, maut berpindah ke sandera yang lain. Diselamatkannya sandera tersebut, namun lagi-lagi maut berpindah ke sandera lainnya lagi. Begitu seterusnya sampai ia melihat dirinya sendiri yang terbaring kaku di kantong mayat. Moral cerita yang saya dapat dari episode ini bahwa ternyata bisa melihat masa depan bukanlah hal yang menyenangkan, justru hal itu bisa menjadi beban yang sangat berat bila kita tidak sanggup menanggung konsekuensinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saatku Melewati Lembah Kekelaman

Saatku melewati lembah kekelaman Badai hidup menerpaku Mataku memandangMu yang jaga jiwaku Kudapatkan pengharapan Ketika bebanku berat Dalam jalan hidupku Awan kelam menutupi Ku datang padaMu Tuhan yang pimpin langkahku Kudapatkan pengharapan PadaMu Yesusku, kusujud dan berseru Mengangkat tangan berserah padaMu Nyatakan kehendakMu bukanlah kehendakku Kutahu Kau s'lalu sertaku tak pernah tinggalkanku

Selamat Jalan, Pak Sebadja………

Sehabis mengisi pelatihan internet , sesampainya di rumah ponselku tiba-tiba berbunyi tanda ada SMS masuk. Isinya : Info Sekretariat : Bp. Pdt. Lukas Sebadja meninggal pk. 15.00 WIB di RS Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang Beliau adalah gembala sidang GBI Gajah Mada Semarang, gereja tempat aku beribadah selama ini. Sungguh aku merasa kehilangan sosok gembala tangguh yang low profile dan sederhana ini. Yang dapat kukenang dari beliau ini adalah dalam setiap khotbahnya, beliau selalu menekankan bahwa hidup ini serius. Mengapa? Karena kekekalan yang akan kita terima ditentukan oleh bagaimana kita menjalani hidup yang singkat di dunia ini. Selamat Jalan, Pak Sebadja……… To everything there is a season and a time to every purpose under the heaven. He hath made everything beatiful in his time. (Ecclesiates 3: 1, 11)

RELINQUENDA

Ada seorang pengusaha kaya yang mendirikan sebuah pabrik yang besar. Ketika segala sesuatu telah siap untuk beroperasi sesuai dengan rencana, pengusaha itu lantas memerintahkan kepada orang kepercayaannya untuk menuliskan di gerbang pabrik itu sebuah kata, yaitu : “Relinquenda” yang artinya “Aku akan meninggalkannya!!” Pengusaha itu telah susah payah bertahun-tahun mengumpulkan modal untuk membangunnya dan dengan keberhasilannya membangun pabrik itu, ia dikagumi oleh kolega-koleganya dan dipuja masyarakat. Pengusaha itu amat yakin bahwa ia akan memperoleh keuntungan yang besar, tetapi mengapa ia harus menuliskan kata “Relinquenda” di gerbang pabriknya yang besar dan megah itu? Ternyata ia sadar bahwa pada suatu ketika ia akan pergi menghadap Tuhan dan segala sesuatu yang dimilikinya akan ditinggalkannya. Di dalam keberhasilan hidup kadang kita lupa diri dan selalu menyombongkan keberhasilan yang telah kita raih. Kita lupa bahwa apa yang kita capai hanyalah kepercayaan yang sifatnya se