Langsung ke konten utama

Terapi Maaf

Seorang gadis belia mengalami kejadian yang cukup tragis. Di suatu malam ia melihat kedua orang tuanya yang sama-sama pemabuk sedang berebut pistol. Di tengah-tengah perebutan itu, tiba-tiba “Dorrrr……!” dan ayahnya ambruk dengan dada berlumuran darah. Si ibu hanya diam terpekur, si gadis menjerit histeris………….

Akibat kejadian itu, gadis itu mengalami trauma. Ia menjadi suka melamun dan marah-marah tanpa sebab, bahkan sering menyerang orang lain. Agar tidak bertambah parah dan demi keselamatan orang lain, maka gadis itu dibawa ke sebuah panti rehabilitasi mental. Setelah menjalani berbagai pemeriksaan, dokter memutuskan mengajukan terapi katarsis. Suatu terapi yang membebaskan pasien untuk melampiaskan semua gejolak perasaan yang ada dalam dirinya. Agar terapi ini dapat berjalan, maka diperlukan sukarelawan untuk menjadi obyek pelampiasan si pasien. Tentu saja bukan perkara yang mudah untuk mencari sukarelawan ini, tetapi seorang wanita setengah baya menyatakan kesediaannya. Dia tidak lain adalah ibu gadis itu sendiri. Dia mau menjadi sukarelawan sebagai bentuk permintaan maaf dan penyesalannya karena selama ini ia telah menyakiti dan menyia-nyiakan anaknya.

Saat terapi dimulai, ibu dan anak ini berada dalam satu ruangan dan selama satu jam, ibu ini rela menerima semua perlakuan anaknya. Si gadis kadang memaki-maki dengan kata-kata kotor, kadang menendang, kadang menjambak bahkan tidak jarang ia mencakar wajah ibunya. Bila ia sudah melakukan semua hal itu, gadis itu lalu meringkuk di sudut ruangan seperti seekor binatang yang ketakutan. Ibunya dengan menahan rasa sakit yang mendera tubuh dan wajahnya kemudian pelan-pelan mendekati anaknya, memeluknya dan berkata,”Maafkan ibu, Nak. Ibu menyayangimu….”

Hal itu terjadi setiap hari dan setelah beberapa minggu, gadis itu mulai menampakkan kemajuan. Akhirnya setelah satu bulan, gadis itu sembuh namun yang lebih penting lagi adalah pulihnya keharmonisan hubungan antara ibu dan anak ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamat Jalan, Pak Sebadja………

Sehabis mengisi pelatihan internet , sesampainya di rumah ponselku tiba-tiba berbunyi tanda ada SMS masuk. Isinya : Info Sekretariat : Bp. Pdt. Lukas Sebadja meninggal pk. 15.00 WIB di RS Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang Beliau adalah gembala sidang GBI Gajah Mada Semarang, gereja tempat aku beribadah selama ini. Sungguh aku merasa kehilangan sosok gembala tangguh yang low profile dan sederhana ini. Yang dapat kukenang dari beliau ini adalah dalam setiap khotbahnya, beliau selalu menekankan bahwa hidup ini serius. Mengapa? Karena kekekalan yang akan kita terima ditentukan oleh bagaimana kita menjalani hidup yang singkat di dunia ini. Selamat Jalan, Pak Sebadja……… To everything there is a season and a time to every purpose under the heaven. He hath made everything beatiful in his time. (Ecclesiates 3: 1, 11)

Menyibak Halimun Puncak Bromo

Setelah tidur 2 jam, tepat tengah malam kami berpamitan untuk meneruskan perjalanan kami ke Bromo. Gelapnya malam tidak terasa karena malam itu kebetulan malam bulan purnama. Keindahan bulan purnama yang bersinar diantara pegunungan membuatku ingin mengabadikannya. Begitu keluar dari mobil, Brrrrrr..... hawa dingin langsung menyergap, membuat tubuh ini gemetaran. Walhasil, foto bulannya malah jadi begini. ( hehehe... yg motret kayaknya lagi punya masalah sama hati nih... ) Jam 04.00 kami tiba di pos terakhir. Sebenarnya kami ingin ke Penanjakan untuk melihat sunrise dengan mobil pribadi tetapi ternyata hal itu tidak diperbolehkan. Kami diharuskan menyewa mobil dari penduduk setempat. Begitu mendengar tarifnya, kami langsung terhenyak lemas. Bayangkan 600 ribu harus kami keluarkan untuk menyewa pulang-pergi mobil jenis Toyota Hartop. Tawar-menawarpun terjadi dengan seru. Disepakati tarifnya 150rb tetapi hanya sampai di kaki Gunung Bromo sebab katanya dari situ juga bisa melihat sunrise...

TAAT

Seorang laki-laki sedang tidur di pondoknya ketika kamarnya tiba-tiba menjadi terang, dan nampaklah Sang Juruselamat. Tuhan berkata padanya bahwa ada pekerjaan yang harus dilakukannya. Lalu Tuhan menunjukkan padanya sebuah batu besar di depan pondoknya. Tuhan menjelaskan bahwa ia harus mendorong batu itu dengan seluruh kekuatannya. Hal ini kemudian dikerjakan laki-laki itu setiap hari. Bertahun- tahun ia bekerja sejak matahari terbit sampai terbenam, pundaknya sering menjadi kaku menahan dingin, ia kelelahan karena mendorong dengan seluruh kemampuannya. Setiap malam laki-laki itu kembali ke kamarnya dengan sedih dan cemas, merasa bahwa sepanjang harinya kosong dan sia-sia. Ketika laki-laki itu mulai putus asa, si Iblispun mulai mengambil bagian untuk mengacaukan pikirannya "Sekian lama kau telah mendorong batu itu tetapi batu itu bergeming. Apa kau ingin bunuh diri? Kau tidak akan pernah bisa memindahkannnya." Lalu, ditunjukkannya pada laki-laki itu bahwa tugas itu sangat t...