Langsung ke konten utama

"AKU" yang Mati

Kalau engkau dilupakan, ditelantarkan atau dengan sengaja tidak diperhatikan dan engkau tidak merasa terluka atas penghinaan itu … Itulah “aku” yang mati.

Kalau kebaikanmu diceritakan sebagai kejelekan, keinginanmu dicoret, nasihatmu tidak dihiraukan dan kalau engkau tidak mengizinkan amarah timbul dalam hatimu atau untuk mencoba membela diri, tetapi menerima semuanya dengan sabar dan tenang … Itulah “aku” yang mati.

Kalau engkau puas dengan makan apa yang ada, dengan cuaca, lingkungan dan pakaian yang ada, dan mengartikannya sebagai anugerah Tuhan … Itulah “aku” yang mati.

Kalau engkau melihat orang lain menjadi makmur dan dengan jujur bisa bersuka cita tanpa iri hati, dan engkau bisa mencukupkan dirimu sendiri .. Itulah “aku” yang mati.

Kalau engkau tidak marah namamu tidak disebut dalam percakapan, engkau tidak membuat catatan untuk perbuatan baikmu dan tidak gatal telinga untuk mendengar pujian, apabila engkau benar-benar menyukai untuk tetap tinggal tanpa dikenal … Itulah “aku” yang mati.

Kalau engkau dapat menerima kritik dan teguran, meskipun itu dari seseorang yang lebih rendah dari dirimu, dan dengan rendah hati menyerahkan dirimu untuk pembetulan “luar dalam” tanpa pemberontakan dalam hatimu … Itulah “aku” yang mati.

Kalau engkau sabar bertahan dalam keadaan kacau yang tidak beraturan atau yang menjengkelkan, dan tetap bertahan seperti apa yang Yesus lakukan … Itulah “aku” yang mati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RELINQUENDA

Ada seorang pengusaha kaya yang mendirikan sebuah pabrik yang besar. Ketika segala sesuatu telah siap untuk beroperasi sesuai dengan rencana, pengusaha itu lantas memerintahkan kepada orang kepercayaannya untuk menuliskan di gerbang pabrik itu sebuah kata, yaitu : “Relinquenda” yang artinya “Aku akan meninggalkannya!!” Pengusaha itu telah susah payah bertahun-tahun mengumpulkan modal untuk membangunnya dan dengan keberhasilannya membangun pabrik itu, ia dikagumi oleh kolega-koleganya dan dipuja masyarakat. Pengusaha itu amat yakin bahwa ia akan memperoleh keuntungan yang besar, tetapi mengapa ia harus menuliskan kata “Relinquenda” di gerbang pabriknya yang besar dan megah itu? Ternyata ia sadar bahwa pada suatu ketika ia akan pergi menghadap Tuhan dan segala sesuatu yang dimilikinya akan ditinggalkannya. Di dalam keberhasilan hidup kadang kita lupa diri dan selalu menyombongkan keberhasilan yang telah kita raih. Kita lupa bahwa apa yang kita capai hanyalah kepercayaan yang sifatnya se...

Menyibak Halimun Puncak Bromo

Setelah tidur 2 jam, tepat tengah malam kami berpamitan untuk meneruskan perjalanan kami ke Bromo. Gelapnya malam tidak terasa karena malam itu kebetulan malam bulan purnama. Keindahan bulan purnama yang bersinar diantara pegunungan membuatku ingin mengabadikannya. Begitu keluar dari mobil, Brrrrrr..... hawa dingin langsung menyergap, membuat tubuh ini gemetaran. Walhasil, foto bulannya malah jadi begini. ( hehehe... yg motret kayaknya lagi punya masalah sama hati nih... ) Jam 04.00 kami tiba di pos terakhir. Sebenarnya kami ingin ke Penanjakan untuk melihat sunrise dengan mobil pribadi tetapi ternyata hal itu tidak diperbolehkan. Kami diharuskan menyewa mobil dari penduduk setempat. Begitu mendengar tarifnya, kami langsung terhenyak lemas. Bayangkan 600 ribu harus kami keluarkan untuk menyewa pulang-pergi mobil jenis Toyota Hartop. Tawar-menawarpun terjadi dengan seru. Disepakati tarifnya 150rb tetapi hanya sampai di kaki Gunung Bromo sebab katanya dari situ juga bisa melihat sunrise...

Mengejar PreWedding

Tanpa diduga-duga, aku diminta bantuan oleh mentor-ku untuk membantu pemotretan pre-wedding dari rekanku, Hendry dan Ane. Tanpa pikir panjang, langsung saja aku setujui. Tanggal pemotretannya 22 Mei 2007 dengan 3 orang fotografer, yaitu : Pak Sam (mentor-ku) memakai kamera Canon EOS 20D, Ari (belakangan baru tahu kalo Ari ini ternyata masih saudaraku. Sorry, Bro...) memakai kamera Canon EOS Kiss Digital X dan aku sendiri memakai Nikon D-100 plus Panasonic FX10. Jam 07.00 kami sudah standby di Salon La Rose yang terletak di jalan Kartini untuk memotret mempelai secara candid. Jam 08.30 kami pamit untuk mengisi perut. Laperrr....... setelah itu baru ke studio foto. Jam 09.00 kami tiba di gereja. Lho, katanya mo ke studio foto? hehehe... jangan bingung dulu. GBI Gajah Mada Semarang tempatku beribadah punya Departemen MultiMedia yang dikomandani oleh Pak Sam dan kantor MM ini bisa disulap 'sim-salabim' menjadi sebuah studio foto. Mengapa memilih background putih padahal gaun...