Langsung ke konten utama

An Eye For An Eye


Judul di atas berarti mata ganti mata, suatu idiom yang mengungkapkan bahwa kejahatan harus dibalas dengan kejahatan. Bila kita disakiti maka kita harus bisa membalas perbuatannya agar orang yang menyakiti tersebut juga merasakan sakit yang kita alami. Dan bila ternyata kita bisa membalasnya, kita merasa orang yang beruntung karena orang tersebut sudah menerima balasan yang setimpal. Apakah benar demikian??

Seorang teman pernah menceritakan pengalamannya saat ia masih bekerja sebagai seorang salesman. Pekerjaanya mengharuskan ia keliling kota setiap hari. Dengan fasilitas mobil kantor, ia harus keliling dari satu kota ke kota lain, dari satu mall ke mall yang lain. Dan ia selalu jengkel terhadap seorang tukang parkir di satu mall. Di mall tersebut sangat sulit mencari tempat parkir. Kalaupun ada, sangat sulit untuk bisa parkir tanpa bantuan tukang parkir. Tapi anehnya, kalau ia hendak keluar - entah datang darimana - tukang parkir itu tiba-tiba sudah ada di samping jendela mobilnya dan tanpa merasa bersalah menagih uang parkir. Hal ini terjadi tidak satu dua kali, tapi berulang kali.

Suatu kali karena sudah dalam puncak kejengkelan, ia membuka kaca jendela lalu hendak memaki-maki tukang parkir itu. Tetapi dari dalam hatinya seperti ada suara yang mengingatkannya. “Untuk apa kau lakukan itu? Kelakuanmu tidak akan memperbaiki keadaan.” Mendengar itu, ia mengurungkan niatnya memaki-maki si tukang parkir. Ia justru mengeluarkan uang lima ribu rupiah lalu memberikannya dan tidak meminta uang kembalian. Dari balik kaca jendela, ia melihat kegembiraan di wajah tukang parkir itu. Dan sejak kejadian itu setiap kali ia hendak parkir di mall tersebut, dari kejauhan si tukang parkir itu sudah berlari-lari menyongsong dia, mencarikan tempat dan membantu mobilnya untuk parkir.

Dari pengalaman ini kejahatan tidak perlu dibalas dengan kejahatan dan memaafkan kesalahan orang lain bukanlah tanda kelemahan, seperti anggapan sebagian besar orang. Kesediaan memaafkan justru menunjukkan bahwa kita adalah orang yang kuat dan menang di dalam mengatasi pencobaan.

Komentar

senny d'ordinary mengatakan…
kejahatan emang nggak perlu dibalas dengan kejahatan tp dengan sumpah

menyumpahi diri kita sendiri kalo dengan kejahatan itu kita bisa dapet jaguar, gimana? huehehehe
Anonim mengatakan…
yap setuju dhie, memaafkan suatu sikap yang baik...
Anonim mengatakan…
An eye for an eye, and soon the whole world is blind
*Mahatma Gandhi*

Postingan populer dari blog ini

RELINQUENDA

Ada seorang pengusaha kaya yang mendirikan sebuah pabrik yang besar. Ketika segala sesuatu telah siap untuk beroperasi sesuai dengan rencana, pengusaha itu lantas memerintahkan kepada orang kepercayaannya untuk menuliskan di gerbang pabrik itu sebuah kata, yaitu : “Relinquenda” yang artinya “Aku akan meninggalkannya!!” Pengusaha itu telah susah payah bertahun-tahun mengumpulkan modal untuk membangunnya dan dengan keberhasilannya membangun pabrik itu, ia dikagumi oleh kolega-koleganya dan dipuja masyarakat. Pengusaha itu amat yakin bahwa ia akan memperoleh keuntungan yang besar, tetapi mengapa ia harus menuliskan kata “Relinquenda” di gerbang pabriknya yang besar dan megah itu? Ternyata ia sadar bahwa pada suatu ketika ia akan pergi menghadap Tuhan dan segala sesuatu yang dimilikinya akan ditinggalkannya. Di dalam keberhasilan hidup kadang kita lupa diri dan selalu menyombongkan keberhasilan yang telah kita raih. Kita lupa bahwa apa yang kita capai hanyalah kepercayaan yang sifatnya se

Saatku Melewati Lembah Kekelaman

Saatku melewati lembah kekelaman Badai hidup menerpaku Mataku memandangMu yang jaga jiwaku Kudapatkan pengharapan Ketika bebanku berat Dalam jalan hidupku Awan kelam menutupi Ku datang padaMu Tuhan yang pimpin langkahku Kudapatkan pengharapan PadaMu Yesusku, kusujud dan berseru Mengangkat tangan berserah padaMu Nyatakan kehendakMu bukanlah kehendakku Kutahu Kau s'lalu sertaku tak pernah tinggalkanku

Menyibak Halimun Puncak Bromo

Setelah tidur 2 jam, tepat tengah malam kami berpamitan untuk meneruskan perjalanan kami ke Bromo. Gelapnya malam tidak terasa karena malam itu kebetulan malam bulan purnama. Keindahan bulan purnama yang bersinar diantara pegunungan membuatku ingin mengabadikannya. Begitu keluar dari mobil, Brrrrrr..... hawa dingin langsung menyergap, membuat tubuh ini gemetaran. Walhasil, foto bulannya malah jadi begini. ( hehehe... yg motret kayaknya lagi punya masalah sama hati nih... ) Jam 04.00 kami tiba di pos terakhir. Sebenarnya kami ingin ke Penanjakan untuk melihat sunrise dengan mobil pribadi tetapi ternyata hal itu tidak diperbolehkan. Kami diharuskan menyewa mobil dari penduduk setempat. Begitu mendengar tarifnya, kami langsung terhenyak lemas. Bayangkan 600 ribu harus kami keluarkan untuk menyewa pulang-pergi mobil jenis Toyota Hartop. Tawar-menawarpun terjadi dengan seru. Disepakati tarifnya 150rb tetapi hanya sampai di kaki Gunung Bromo sebab katanya dari situ juga bisa melihat sunrise